Sunday, May 8, 2016

INDONESIA



*INDONESIA*

Tahukah anda bahwa darimana sebetulnya nama Indonesia itu? Nama itu diciptakan awalnya oleh George Samuel Windsor Earl peneliti Inggris, dengan sebutan  ”Indu nesia”. Kemudian rekannya, James Logan, memilih nama ”Indonesia”. ”Indonesia” sejak itu abad ke-18 memasuki sejarah. Itu yang ditulis oleh R.E. Elson dalam bukunya yang berjudul The Idea of Indonesia: A History.

Bagi para peneliti antropologi pada abad ke 19, dari Prancis, Inggris, Jerman, dan Belanda, ”Indonesia” adalah sebuah konsep praktis buat kerja. Tapi orang Belanda umumnya tak memahami ini. Salah seorang dari mereka di sidang Volksraad berpendapat, nama ”Indonesia” lebih cocok untuk merek cerutu. Sebaliknya bagi para pemuda yang datang dari tanah jajahan ke Nederland untuk sekolah , nama Indonesia sebagai perekat kebersamaan, baik di kalangan yang datang dari Aceh maupun Ambon, yang keturunan Cina atau Jawa.

Dari kebersamaan itu, nama ”Indonesia” jadi sederet bunyi yang mempersatukan, dan dengan persatuan itu mereka menuntut kemerdekaan. Mula mula mereka tak menyetujui membentuk cabang Budi Utomo (karena terbatas ”orang Jawa”). Mereka membentuk ”Indische Vereniging” (IV). Kemudian jadilah ”Indonesisch Verbond van Studeerende” (IVS).

Para politikus kolonial yang konservatif seperti H. Colijn mencoba menunjukkan bahwa persatuan Indonesia mustahil, karena perbedaan suku dan ras yang ada. ”Indonesia” bagi orang orang ini hanya ilusi. Tapi pandangan ini tak berjejak. Dalam sebuah pertemuan IV, pemuda dari Minahasa, G.S.S.J. Ratu Langie, menegaskan perlunya ”persaudaraan” pelbagai suku dan ras di ”Indonesia”. Buku Elson juga mencatat, dalam sebuah pertemuan IVS pada 1920, putra mahkota Kesultanan Yogyakarta menyebut diri sebagai ”seseorang yang dalam batas tertentu mewakili orang Jawa, dan dengan demikian juga bagian dari Indonesia.” Lalu ia pun menutup pidatonya dengan seruan, ”Hidup Indonesia!”

Dari sejarah itu tampak, saya kira, yang paling berhasil mengisi makna ”Indonesia” adalah dua tokoh sebuah partai radikal, Indische Partij.Yang pertama Suwardi Suryaningrat, yang kelak jadi Ki Hajar Dewantara. Dalam majalah Hindia Poetra yang diterbitkan kembali pada 1919, aktivis itu menyatakan: ”… orang Indonesia adalah siapa saja yang menganggap Indonesia tanah airnya, tak peduli apakah ia Indonesia murni ataukah ia punya darah Cina, Belanda, dan bangsa Eropa lain dalam jasadnya.” Yang kedua adalah E. Douwes Dekker, yang kemudian dikenal sebagai dengan nama Danoedirdja Setiaboedi. Aktivis berdarah Eropa ini menulis surat terbuka ke Ratu Wilhelmina pada April 1913: ”Bukan, Paduka Yang Mulia. Ini bukan tanah air Paduka. Ini tanah air kami….”

Indonesia bukan sekadar multi kultural, tapi juga inter kultural: tiap orang jadi Indonesia karena memasukkan kebudayaan yang lain ke dalam dirinya. Sebab Indonesia bukanlah ke bhineka an yang bersekat sekat seperti dalam rezim apartheid. Indonesia adalah sebuah proses yang eklektik, bercampur, berbaur dengan bebas. Dengan itu, Indonesia,  mengimbau siapa saja tak putus putusnya, menggerakkan ”kami” jadi ”kita”. Ia tak pernah sempit. Ia hidup dalam ruang dan waktu, tapi ia terasa tak berhingga.


EmoticonEmoticon